Pages

belajar menjadi aktivis= menulis bentuk nyata aktifis masa kini

Selasa, 18 Februari 2014
Aktivis, acapkali kita mendengar dengungan “aktivis kampus”, “aktivis mahasiswa”, dan sebutan kata aktivis-aktivis lainnya. Bahkan terbiasa ketika mendengar frasa aktivis. Pernahkah kita bertanya apa hubungan aktivis mahasiswa dengan kegiatan demonstrasi?. Objek aktivitas seorang aktivis mahasiswa yang terlihat oleh mahasiswa adalah persoalan demonstrasi. Melekatnya identitas demonstrasi begitu kuat terhadap kalangan aktivis mahasiswa. Pada dasarnya, tidak ada yang salah memang, tetapi sudah sering kita dengar bahwa aktivitas seorang aktivis mahasiswa tidak lebih dari sekadar bersuara lantang, namun terkadang anarkis. Dari kita tidak dapat menjustifikasi kesemua mahasiswa dengan kesan anarkistis, akan tetapi apakah demonstrasi anarkis bisa disebut sebagai aktivitas cerdas dan intelek bagi mahasiswa?. Berpikir dua kali untuk mengatakan “iya”.

   Dewasa ini, mahasiswa dituntut untuk tidak mengedepankan suara lantang dan berkobar dihadapan masyarakat.  Persoalannya adalah zaman sekarang bukan mahasiswa angkatan 66 atau angkatan 98. Lantas, apa yang harus mahasiswa lakukan?. Berdiam diri, meratapi, dan apatis terhadap masalah bangsa?. Tidak!. Jelas, mahasiswa berperan besar untuk menata kawah candradimuka persoalan bangsa.  Tulisan adalah sarana untuk mengobarkan suara dengan status aktivis. Idealisme berpacu kepada tulisan adalah penuangkan cara berpikir bagi suara mahasiswa. Berbekal tulisan, seorang aktivis mampu menyuarakan pemikiran dengan daya jelajah intelektualitas.
  Seorang intelek yang dapat memberikan ide dalam tindakan nyata adalah seorang aktivis masa kini. Mereka yang mampu menerjemahkan pikiran melalui tulisan. Dalam tindakan nyata, seorang aktivis masa kini adalah penyumbang ilmu pengetahuan  melalui goresan  tinta. Coba kita lihat darimana karya-karya besar seorang pemikir seperti Aristoteles, Plato, hingga Muhammad Hatta sekalipun. Mereka menuangkan segala bentuk pikiran dan gagasan guna menciptakan pemikiran-pemikiran revolusioner. Karya mereka hingga kini tetap dalam ruang pemikiran dunia. Terlepas dari itu, setiap aktivis mempunyai cara pandang berbeda. Bagi kita, tidak ada salahnya aksi-aksi demo dan turun ke jalan. Mereka semua punya cara masing-masing untuk mengekspresikan diri sebagai aktivis mahasiswa. Baik demonstrasi ataupun tulisan merupakan wujud nyata representasi mahasiswa.
  Namun, kita harus berpikir lebih detail dan mendalam jika berbicara soal demonstrasi.  Dengan demikian, cara terbaik adalah menulis. Sejatinya, mahasiswa harus berjuang untuk menulis. Menulis adalah karya esensial dan patut. Ketika mahasiswa lebih memilih jalan menulis akan lebih baik ketimbang bersuara lantang,tetapi tidak didengarkan. Menulis memang belum tentu satu-satunya jalan untuk didengarkan. Bedanya, menulis menujukkan kemapanan intelektualitas sebenarnya dari mahasiswa. Kapasitas ilmu pengetahuan yang diperoleh dapat berguna bagi masyarakat tentang teriakan mahasiswa.
  Suara-suara tulisan akan bergema ketika semakin banyak mahasiswa mau membuka kesadaran dan kemapanan ruang pemikiran mereka. Sepantasnya, mahasiswa lebih bangga ketika mereka mampu berpikir kritis untuk mengolah suara mereka. Pemikiran melalui tulisan mahasiswa akan menjadi saksi sejarah ketika mahasiswa menulis.
   Kekuatan tulisan seharusnya mampu menginspirasi banyak aktivis untuk belajar menulis. Tidak ada yang salah saat  aktivis 98 melakukan aksi demonstrasi. Kita berpikir bahwasanya tidak akan ada reformasi bila aktivis 98 tidak menyuarakan aspirasi mereka. Hasilnya, perjuangan aktivis 98 telah mengantarkan reformasi bagi masyarakat. Dan kita yakin, peran serta mereka ada kaitannya dengan tulisan sehingga bendera reformasi dapat dikibarkan. Oleh karena itu, menulis adalah perjuangan masa kini untuk belajar menjadi aktivis. Menulis untuk memperjuangkan pemikiran aktivis dalam kekuatan dan kemajuan intelektualitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar